Kondisi UKM di Indonesia
UKM
merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha,dan memiliki
peran dan kontribusi dalam ekspor nonmigas (antara lain produk pertanian,
perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, produk industri
pengolahan, dan barang seni). Kriteria menurut UU No. 20/2008 tentang UKM
dari Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia pada kriteria memiliki
kekayaan bersih/tahun lebih besar dari 10 M dengan hasil penjualan lebih besar
dari 50 M terdapat 4.952 Unit (0,01%). Usaha menengah dengan kekayaan
bersih/tahun lebih besar dari Rp 500 Juta s.d 10 M dan hasil penjualan
lebih besar dari Rp 2,5 M s.d 50 M terdapat 44.280 Unit (0,08%). Usaha kecil
dengan kekayaan bersih/tahun lebih besar dari Rp 50 Juta s.d 500 Juta dan
hasil penjualan lebih besar dari Rp 300 Juta s.d 2,5 M terdapat 602.195
Unit (1,09%). Usaha Mikro dengan kekayaan bersih/tahun lebih kecil
dari Rp 50 Juta dengan hasil penjualan lebih kecil dari Rp 300 Juta terdapat
54.559.969 Unit (98,82%).
UKM memiliki prospek yang
cukup baik dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Kebanyakan ekspor UKM
adalah produk yang diekspor dan diproduksi langsung oleh UKM atau produk
yang diekspor oleh UKM non produsen (pasokan produk dari Usaha Mikro/Kecil
sebagai pengrajin).
Ekspor tidak harus dilakukan
oleh UKM yang bersangkutan, terkadang produk UMKM yang kemudian dilakukan
finishing oleh usaha besar dan diekspor, maka dihitung sebagai ekspor Usaha
Besar.
UKM dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu UKM Produsen
Eksportir Langsung dan UKM Eksportir Tidak Langsung . UKM Produsen Eksportir
Langsung yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada
pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir) sedangkan UKM Eksportir
Tidak Langsung adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor, yang melakukan
kegiatan ekspor tidak secara langsung dengan buyer/importir, tetapi
melalui agen perdagangan ekspor atau eksportir dalam negeri.
Kelebihan UKM di Indonesia terletak pada produksinya. UKM
kita sebagian besar tidak menggunakan bahan baku dari luar/impor sehingga tidak
terpengaruh kenaikan harga bahan baku impor, sehingga dapat menjaga kelangsungan
usahanya. Selain itu permodalan UKM tidak menggunakan hutang dalam bentuk mata
uang asing sehingga tidak terpengaruh perubahan kurs dan hal ini kurang
berpengaruh terhadap cashflow perusahaan. Tenaga kerja dari UKM berasal dari
kalangan keluarga sendiri sehingga relatif terhindar dari pemutusan hubungan
kerja, karena hubungan kekeluargaan diantara pemilik dan pekerja.
UKM di Indonesia dapat dengan
cepat merubah jenis usaha dan fleksibel dalam melakukan diversivikasi usaha
manakala bidang usaha yang sedang digeluti sedang mengalami guncangan. Pada
umumnya produk yang dihasilkan oleh UKM merupakan kebutuhan masyarakat
sehari-hari, sehingga jika terjadi perubahan pasar ekspor dengan segera dapat
menyesuaikan dengan pemenuhan pasar domestik terlebih dahulu yang jumlahnya
sangat besar.
Hambatan UKM dalam Kerangka
Ekspor
UKM kita memiliki hambatan
internal yaitu hambatan yang melekat pada UKM itu sendiri, antara lain:
1. Keterbatasan SDM (manajerial,
entrepreneurial, IT).
2. Keterbatasan akses ke
sumberdaya produktif (permodalan/pembiayaan, pasar, dll).
3. Rendahnya kemampuan UKM dalam
riset dan pengembangan (untuk pasar).
4. Masih banyak UKM yang tidak memiliki
Badan Hukum.
Hambatan eksternal yang dialami UKM kita adalah hambatan
yang berasal dari faktor luar yang tidak melekat pada UKM itu sendiri, antara
lain:
1. Tidak stabilnya pasokan &
harga bahan baku/pendukung lainnya.
2. Implikasi perdagangan bebas
(hambatan tariff & non tariff barriers, skala & standar kualitas pasar
ekspor yang sulit dipenuhi UKM seperti isu lingkungan/HAM/TK).
3. Lifetime produk UKM
pendek.
4. Kurangnya akses UKM terhadap
pasar luar negeri.
5. Infastruktur pendukung ekspor
belum merata.
6. Masih terdapat biaya-biaya
tidak terduga terkait dengan transportasi, keamanan dll.
7. Situasi politik, sosial,
ekonomi di luar negeri.
8. Tingginya
biaya modal dibandingkan dengan negara-negara pesaing.
Implikasi diterapkannya AEC
terhadap UKM di Indonesia
Dengan diterapkan AEC diharapkan hambatan UKM dalam
Kerangka Ekspor dapat diminimalisasi terutama dalam hal:
1. Keterbatasan SDM dan
rendahnya kemampuan UKM dalam riset dan pengembangan (untuk pasar) teratasi,
karena dengan masuknya tenaga kerja dari ASEAN dapat membantu UKM di Indonesia
dalam mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas.
2. Keterbatasan akses ke
sumberdaya produktif teratasi karena adanya permodalan dan investasi dari
Negara-negara ASEAN.
3. Stabilnya pasokan & harga
bahan baku/pendukung lainnya yang berasal dari Negara ASEAN lainnya.
4. Hilangnya tariff dan
non tariff barriers sesama Negara ASEAN.
5. Terbukanya akses UKM terhadap
pasar luar negeri;
6. Meratanya
infastruktur pendukung ekspor karena masuknya investasi asing.
Tantangan dan Peluang Ekspor
UKM Dimasa Mendatang
Dengan semakin meningkatnya jumlah UKM
potensial/orientasi ekspor di Indonesia (sekitar ± 600 ribu unit usaha)
dan munculnya emerging market negara-negara tujuan ekspor non
tradisional maupun negara-negara existing seperti China, India,
Korea, Jepang, negara-negara ASEAN, Timur Tengah, dan lain-lain akan
memperbesar peluang para pelaku UKM dalam mengekspor produknya keluar
Indonesia. Dengan masuknya Indonesia dalam AEC maka diharapkan akan
semakin memperkuat perekonomian Indonesia dan makin eratnya kerjasama
ekonomi bilateral, kawasan dan regional kita.
Sumber : 1.BUKU INTRODUCTION TO BUSINESS
(PENGANTAR BISNIS) EDISI 4
2.Rizka Desianny Winata(sebagian
contohnya saya membuat sendiri)
Pengarang : 1. JEFF MADURA
2. Rizka Desianny Winata
Penerbit : Salemba Empat
Penerjemah : Ali akbar Yulianto Krista
Manajer Penerbitan : Edward Tanujaya